Akademis
Curhatan Pendidik Tentang Muridnya
Curhatan Pendidik Tentang Muridnya - Kali ini penulis akan curhat tentang muridnya, berarti posisi penulis merupakan pendidik. Pendidik adalah orang yang mendidik. Pada umumnya, pendidik disebut dengan sebutan guru. Guru merupakan orang yang mendedikasikan hidupnya untuk memberikan waktunya untuk pendidikan. Oleh sebab itu, curhatan kali ini asli dan tidak dibuat-buat oleh penulis. Karena berasal dari pengalaman pribadi penulis sebagai guru.
Menilik jauh, kata murid atau makna murid merupakan pengertian dari orang atau anak yang sedang berguru atau belajar di sekolah. Kata murid pada umumnya disebut dengan sebutan siswa. Sebagai siswa, tentu menjadi keseharian bagi mereka untuk belajar dan menuntut ilmu. Oleh karenanya, siswa disebut pelajar atau orang yang sedang belajar.
Dari beberapa pengertian dan sebutan pada murid di atas, harusnya belajar itu merupakan pekerjaan dari seseorang murid. Dan mereka menjadikan belajar itu adalah dunianya sehari-hari. Namun, dalam realitanya belajar saat ini menjadi nomor sekian bagi murid.
Tapi bukan itu yang ingin dibahas penulis pada saat ini. Penulis ingin membahas bagaimana keadaan nyata murid zaman now. Murid saat ini yang cenderung acuh dalam pelajaran, dan yang mereka pikirkan bagaimana caranya mendapatkan nilai yang baik. Bukan mendapatkan ilmu yang baik. Oleh karenanya, penulis akan menyebutkan satu-satu kondisi murid. Berikut kondisi murid zaman now;
Kalau dalam pelajaran bahasa Indonesia saya contohkan seperti, “Siapa yang memberikan nama benda-benda di kelas ini?” terkejut saat mendengar pertanyaan itu. Itu adalah pertanyaan saya semasa kuliah ketika saya mendapatkan pelajaran atau matakuliah “Linguistik”. Karena saya sudah tau jawabannya, saya tidak ingin mengecewakan murid itu. Akhirnya saya jawab, bahwa asal usul nama benda di dalam kelas ini karena sewenang-wenangan manusia dalam berbahasa atau dalam memeberikan nama, atau dalam pelajaran linguistik ini disebut dengan arbiter.
Begitulah murid-murid saat ini, mungkin karena telah banyak membaca buku, atau telah sering menggunakan HP atau telephon genggam pintar yaitu HP android (begitu khalayak menyebutnya), sehingga mereka mengetahui apa yang seharunya mereka tidak ketahui saat ini.
Dan anehnya, hal semacam itu tidak dibarengi dengan kesadaran guru terhadap muridnya. Ketika muncul pertanyaan-pertanyaan seperti kepada guru yang lain. Guru tidak menjawabnya, dan memberikan steatment bahwa kau belum saatnya tau tentang ilmu itu. Akhirnya, mereka para murid sedikit kecewa dengan guru-guru seperti itu.
Murid millenial harusnya diajarkan oleh guru-guru yang millenial yang mengerti tentang perubahan teknologi, perkembangan tekhnologi. Sehingga, jika ada pertanyaan-pertanyaan yang melampaui batasannya guru tersebut bukan membiarkannya dan memberikannya lampu merah untuk berhenti membahas tentan pengetahuan itu.
Namun, dalam realita saat ini, guru-guru milleneal masih pengangguran, karena masih banyak guru-guru jadul yang bertahan di dalam sekolahan. Dan tidak memberikan kesempatan untuk memberikan wawasan kepada murid millenial. Akibatnya, calon-calon guru millenial itu angkat kaki dari dunia pendidikan. Dan memilih untuk tidak bersentuhan dengan pendidikan. Ia memilih pekerjaan kantoran yang bukan bidangnya, dan terkadang juga mereka memilih usaha, bahkan berkebun saja.
Dalam hal tersebut, penulis tidak sepenuhnya sepakat dengan apa yang disimpulkan oleh pendidik atau guru yang sependapat tentang murid yang melawan karena perkembangan teknologi. Bagi penulis, hal tersebut terjadi, karena kurangnya kesadaran pendidik terhadap perkembangan teknologi, yang tak bisa dibendung dengan apapun. Ibarat air, mereka akan meluap. Lebih baiknya, pendidik saat ini memberikan ruang kepada murid seluas-luasnya. Dan memberikan warna positif, meskipun murid sudah mendapatkan ilmu yang negatif karena pendidikan.
Pikiran itu bak seperti gelas, jika yang terisi air yang keruh, pikiran murid-murid harus terus diisi dengan air yang jernih. Agar yang keruh perlahan-lahan terminimalisir dan hilang dengan sendirinya. Itulah harusnya yang dilakukan pendidik kepada murid-muridnya. Jangan sampai mereka dihentikan tanpa adanya penjelasan yang baik kepadanya. Apalagi sampai menggunakan kekerasan kepadanya.
Itulah beberapa Curhatan Pendidik Tentang Muridnya, yang dapat disimpulkan bahwa semua itu terjadi karena faktor luar yang kurang mendukungnya. Jadi, saran penulis untuk para pendidik, buatlah mereka nyaman dalam posisinya sebagai murid saat ini. Berikan ia keleluasaan berfikir dan bertindak. Sabarlah dalam menuntunnya, karena menuntun murid itu ibarat menuntun orang buta dan orang tuli. Tentunya harus super sabar dalam menghadapinya.
Terimakasih telah berkunjung di website kami KeMalangAja.com sampai jumpa...
Menilik jauh, kata murid atau makna murid merupakan pengertian dari orang atau anak yang sedang berguru atau belajar di sekolah. Kata murid pada umumnya disebut dengan sebutan siswa. Sebagai siswa, tentu menjadi keseharian bagi mereka untuk belajar dan menuntut ilmu. Oleh karenanya, siswa disebut pelajar atau orang yang sedang belajar.
Dari beberapa pengertian dan sebutan pada murid di atas, harusnya belajar itu merupakan pekerjaan dari seseorang murid. Dan mereka menjadikan belajar itu adalah dunianya sehari-hari. Namun, dalam realitanya belajar saat ini menjadi nomor sekian bagi murid.
Tapi bukan itu yang ingin dibahas penulis pada saat ini. Penulis ingin membahas bagaimana keadaan nyata murid zaman now. Murid saat ini yang cenderung acuh dalam pelajaran, dan yang mereka pikirkan bagaimana caranya mendapatkan nilai yang baik. Bukan mendapatkan ilmu yang baik. Oleh karenanya, penulis akan menyebutkan satu-satu kondisi murid. Berikut kondisi murid zaman now;
1. Kecenderungan Murid Tidur di Dalam Kelas
Ada banyak yang melatarbelakangi murid tidur di dalam kelas. Seperti, mereka tidak suka dengan pelajarannya, mereka tidak suka dengan gurunya, mereka tidak suka dengan temannya, kecapekan, dan mereka tidak suka suasananya.2. Murid milleneal vs guru jadul
Teringat saat saya mengajar di kelas, ketika itu saya ditanyakan tentang suatu yang diluar pelajaran yang saya ampu. Otomatis saya terdiam waktu itu. Bukan tidak bisa menjawab pertanyaannya, tapi bagi saya itu adalah pertanyaan ketika saya kuliah. Pertanyaan itu muncul ketika saya mendapatkan pelajaran atau matakuliah “Linguistik”. Pertanyaan pertanyaan yang muncul dari murid seringkali saya temui adalah pertanyaan pertanyaan yang melampaui tingkat mereka.Kalau dalam pelajaran bahasa Indonesia saya contohkan seperti, “Siapa yang memberikan nama benda-benda di kelas ini?” terkejut saat mendengar pertanyaan itu. Itu adalah pertanyaan saya semasa kuliah ketika saya mendapatkan pelajaran atau matakuliah “Linguistik”. Karena saya sudah tau jawabannya, saya tidak ingin mengecewakan murid itu. Akhirnya saya jawab, bahwa asal usul nama benda di dalam kelas ini karena sewenang-wenangan manusia dalam berbahasa atau dalam memeberikan nama, atau dalam pelajaran linguistik ini disebut dengan arbiter.
Begitulah murid-murid saat ini, mungkin karena telah banyak membaca buku, atau telah sering menggunakan HP atau telephon genggam pintar yaitu HP android (begitu khalayak menyebutnya), sehingga mereka mengetahui apa yang seharunya mereka tidak ketahui saat ini.
Dan anehnya, hal semacam itu tidak dibarengi dengan kesadaran guru terhadap muridnya. Ketika muncul pertanyaan-pertanyaan seperti kepada guru yang lain. Guru tidak menjawabnya, dan memberikan steatment bahwa kau belum saatnya tau tentang ilmu itu. Akhirnya, mereka para murid sedikit kecewa dengan guru-guru seperti itu.
Murid millenial harusnya diajarkan oleh guru-guru yang millenial yang mengerti tentang perubahan teknologi, perkembangan tekhnologi. Sehingga, jika ada pertanyaan-pertanyaan yang melampaui batasannya guru tersebut bukan membiarkannya dan memberikannya lampu merah untuk berhenti membahas tentan pengetahuan itu.
Namun, dalam realita saat ini, guru-guru milleneal masih pengangguran, karena masih banyak guru-guru jadul yang bertahan di dalam sekolahan. Dan tidak memberikan kesempatan untuk memberikan wawasan kepada murid millenial. Akibatnya, calon-calon guru millenial itu angkat kaki dari dunia pendidikan. Dan memilih untuk tidak bersentuhan dengan pendidikan. Ia memilih pekerjaan kantoran yang bukan bidangnya, dan terkadang juga mereka memilih usaha, bahkan berkebun saja.
3. Murid Melawan kepada Guru atau Pendidik
Yups, hal ini sudah berkali-kali terjadi di dunia pendidikan. Banyak yang menyimpulkan hal itu merupakan dampak dari perubahan dan perkembangan teknologi. Dan sikap-sikap yang mereka tiru merupakan sikap atau budaya orang luar negeri. Pada intinya, hal semacam itu, banyak para pendidik atau guru menyimpulkan itu merupakan kemerosotan di dunia pendidikan. Atau pencemaran pendidikan sehingga pendidikan di nilai buruk.Dalam hal tersebut, penulis tidak sepenuhnya sepakat dengan apa yang disimpulkan oleh pendidik atau guru yang sependapat tentang murid yang melawan karena perkembangan teknologi. Bagi penulis, hal tersebut terjadi, karena kurangnya kesadaran pendidik terhadap perkembangan teknologi, yang tak bisa dibendung dengan apapun. Ibarat air, mereka akan meluap. Lebih baiknya, pendidik saat ini memberikan ruang kepada murid seluas-luasnya. Dan memberikan warna positif, meskipun murid sudah mendapatkan ilmu yang negatif karena pendidikan.
Pikiran itu bak seperti gelas, jika yang terisi air yang keruh, pikiran murid-murid harus terus diisi dengan air yang jernih. Agar yang keruh perlahan-lahan terminimalisir dan hilang dengan sendirinya. Itulah harusnya yang dilakukan pendidik kepada murid-muridnya. Jangan sampai mereka dihentikan tanpa adanya penjelasan yang baik kepadanya. Apalagi sampai menggunakan kekerasan kepadanya.
4. Murid nakal dan Pemalas
Ada beberapa yang melatarbelakangi murid itu nakal dan menjadi pemalas. Faktor-faktor yang mendukungnya banyak sekali dari lingkungan luar sampai kepada lingkungan dalam. Lingkungan luar seperti faktor keluarga dan faktor teman, yang kurang mendukung murid untuk belajar lebih giat. Untuk faktor dalam biasanya dikarenakan oleh guru, teman, dan lingkungan yang tidak sesuai menurutnya. Sehingga, ketika mereka ke sekolah, mereka tidak bisa beradaptasi dan belajar penuh.Itulah beberapa Curhatan Pendidik Tentang Muridnya, yang dapat disimpulkan bahwa semua itu terjadi karena faktor luar yang kurang mendukungnya. Jadi, saran penulis untuk para pendidik, buatlah mereka nyaman dalam posisinya sebagai murid saat ini. Berikan ia keleluasaan berfikir dan bertindak. Sabarlah dalam menuntunnya, karena menuntun murid itu ibarat menuntun orang buta dan orang tuli. Tentunya harus super sabar dalam menghadapinya.
Terimakasih telah berkunjung di website kami KeMalangAja.com sampai jumpa...
Via
Akademis